Pada 15 Oktober 2005, kami mengunjungi Panti Asuhan SAYAP IBU di Yogyakarta. Panti Asuhan ini menangani anak-anak yang barangkali memang kehadirannya tidak dikehendaki sepenuh hati oleh orang tuanya.
Di sana kami bermain sejenak bersama wajah-wajah yang tidak mengenal rasa iri, marah dan benci kepada sesama, wajah polos yang berani menatap dunia atas dorongan kasih dari SAYAP IBU. Kami mencoba berbagi rasa dengan wajah-wajah mungil polos dan suci. Semoga hati kita semakin tergerak untuk memberikan tangan kita kepada mereka, untuk masa depan mereka, untuk kebahagiaan mereka.
SUPPORTS FOR CHILDREN
In October 15, 2005 we visited SAYAP IBU orphanage in Yogyakarta. This orphanage handles children who possibly refused by their parents. We played a while with the children and found our peace in their innocent faces that showed no envy, anger, and hatred. They looked up enthusiastically to their future with the support from SAYAP IBU. We shared our love with those cute little children. We do hope that this experience can touch everyone’s heart to give a hand for their future and happiness.
Tgl 27 Mei 2006, pagi hari saat semua orang sedang bersiap berkarya demi masa depan, tiba-tiba bumi bergetar dan meluluhlantakkan rumah, sekolah, tempat ibadah. Jiwa pun terenggut dalam kejadian di pagi itu. Gempa Bumi pun menghancurkan sebagian hidup saudara-saudara kita di Bantul, Yogyakarta.
Apa yang bisa kami lakukan sementara rumah dari beberapa karyawan SWALOKA juga mengalami kerusakan? Siapa yang harus didahulukan, teman atau masyarakat umum? TIDAK ADA. SEMUA HARUS DIDAHULUKAN. Kami pun bergerak selama sebulan penuh untuk membantu korban gempa, apalagi setelah kami tahu bahwa kerusakan yang dialami beberapa karyawan tidak separah yang kami duga. Kami pun berbagi tugas, ada yang mendistribusikan obat-obatan, makanan, tenda, bahan bangunan. Sebagian orang langsung membantu warga Bantul membersihkan puing-puing rumah yang hancur. Beberapa pembelajar pun terlibat secara penuh, berkeringat bersama warga membangun kembali hidup mereka.
Kami juga bekerja sama dengan mas Philus sebagai mitra dari JRS, mas Ishiguro sebagai wakil dari Japan Club, Child Doctor dari Jepang,Pak Thomas Hardy dari British Council, dan beberapa teman dari negara sahabat yang secara individual bersama kami mencoba berbagi dengan korban gempa bumi. Meskipun kami tidak bisa memberi banyak, kami berharap bahwa apa yang sudah kami lakukan bisa memberi makna pada mereka.
WHEN DISASTER CAME
In the morning of May 27, 2006 everybody was preparing for their day, when suddenly the earth was shaken and houses, schools, and sanctuaries were collapsed. Souls were suddenly taken that morning. Earthquake destroyed some parts of life in Bantul, Yogyakarta. What could we do while houses of several staffs of SWALOKA were also destroyed? Who should come first, friends or strangers? NO ONE. ALL SHOULD BE PRIORITIZED. We then went on for a month to help victims of the earthquake around us. We even focused fully to other people after knowing that the damages to the staffs’ houses were not as terrible as we estimated. We shared responsibilities among our team in distributing medicines, food, tents, and construction materials. Most of us helped the victims in Bantul region cleaning up the ruins of the damaged houses. Even some students got fully involved to these activities; with no reluctance to get sweating for other people when helping them rebuild their lives. We cooperated with Philus as a partner from JRS, Ishiguro as the representative from Japan Club, Child Doctor from Japan, Thomas Hardy from the British Council, and several other friends from other countries who contributed as persons to relief the burden of the victims. Even though we could not give much, we do hope that whatever efforts we made could be of significance for them.
Pada kesempatan ini, sudah sewajarnya kami berterima kasih dengan kebersamaan pihak-pihak lain yang berkehendak baik selama ini dalam berbagi dengan mereka yang membutuhkan. Mereka yang berkehendak baik tersebut adalah
Pak Thomas Hardy dari British Council Jakarta,
Para staff dan guru pengajar JOCV, di NTC Jepang,
Organisasi Child Doctor dari Jepang,
Mas Ishiguro sebagai wakil dari Japan Club,
Jesuit Refuges Services, Jogjakarta
Mas Thomas Wiengerfiled dari Jerman,
Mbak Yuki, dari Jepang
Mas Thomas, Mbak Julia dari Swedia,
Ibu Teressa, Mbak Kylee, Mas David, Mas Yudi dkk, dari Australia,
Mbak Ninik, Mbak Anting, Mbak Junko,
Ibu Ellen Sterling, Mas Guus Bruge, Mas Anno, Mbak Anne, Mbak Katinka, Belanda
Para Mahasiswa Leiden dari Belanda,
Pak Allan Aaronson, dkk, dari Inggris
Semua karyawan KSU SWALOKA sebagai motor kegiatan ini
THANK YOU, FRIENDS
We would like to express our deepest gratitude to the generous men and women who were willing to share with others in need. Those special people are:
1.Mr. Thomas Hardy from British Council Jakarta,
2.JOCV staffs and teachers in NTC Japan,
3.Child Doctor Organization from Japan,
4.Ishiguro as the representative of the Japan Club,
5.Jesuit Refuges Services, Yogyakarta,
6.Thomas Wiengerfiled from Germany,
7.Yuki from Japan,
8.Thomas and Julia from Sweden,
9.Mrs. Teresa, Kylee, David, Yudi et. al. from Australia,
10.Ninik, Anting, Junko,
11.Mrs. Ellen Sterling, Guus Bruge, Anno, Anne, Katinka from Belanda,
12.All LeidenUniversity students from Holland,
13.Mr. Allan Aaronson et al from England,
14.All staffs of KSU SWALOKA as the motor of this activity.
Pada tahun 1995 kami mulai mendirikan lembaga pengajaran bahasa Indonesia untuk orang asing di Yogyakarta yang sekarang dikenal dengan nama ALAM BAHASA INDONESIA
Pada saat itu juga kami sudah mulai melakukan kegiatan sosial dengan pemberian beasiswa kepada murid-murid SD, SMP dan SMU/SMK sebagai bentuk kebersamaan sekaligus tanggung jawab sosial kami terhadap mereka yang membutuhkan, terutama terhadap masa depan para siswa. Apa yang kami berikan memang tidak banyak tetapi kami percaya bahwa hal itu bisa membahagiakan dan membantu mereka disaat-saat yang sangat penting dalam hidup mereka. Kami juga mengupayakan beberapa sekolah tetap berdiri ketika mereka dihadapkan pada kesulitan keuangan dengan membantu biaya operasional sekolah selama beberapa tahun.
Seiring waktu yang berjalan, kegiatan kami terus berkembang. Dengan terjadinya gempa bumi di Bantul, Yogyakarta pada tahun 2006, kami dan beberapa pihak yang sependangan dengan kami membantu para korban dengan memberikan obat-obatan, bahan makanan, tenda, bahan bangunan, uang. Selama 1 bulan penuh kami terlibat secara psikologis mengembalikan semangat hidup bersama. Keringat kami bercampur dengan air mata mereka berubah menjadi air yang memberikan kehidupan, air yang menyemangati.
Dan pada saatnya, kami sekarang merasa bahwa kebersamaan ini harus diwujudkan secara lebih nyata dan terorganisasi dengan membentuk satu wadah dengan nama SWALOKA PEDULI. Harapan yang ada dengan terwujudnya divisi ini sebagai bagian dari KSU SWALOKA adalah kami lebih bisa mewujudkan rasa kebersamaan secara tulus dan didasari oleh rasa cinta kepada sesama.